[ZONA BEBAS] Bincang Penulis Bersama Reyhan M. Abdurrohman

Halo, Sahabat Khatulistiwa!

Pada kesempatan kali ini, redaksi Buletin Khatulistiwa menghadirkan salah seorang penulis muda asal Kudus yang sekaligus founder sebuah penerbit indie Reybook Media lho. Siapa sih kira-kira? Baiklah, untuk mengenal penulis muda tersebut redaksi Buletin Khatulistiwa sudah mempersiapkannya untuk kamu. Check it out! 

 Penulis bernama lengkap Reyhan M Abdurrohman, lahir dan besar di Kudus. Ketua Komunitas Fiksi Kudus (Kofiku) yang juga merangkap menjadi Keluarga Penulis Kudus (KPK) dan dipercaya menjaga gawang situs kepenulisan Tajug.net. Novelnya yang sudah terbit: Ajari Aku Melupakanmu (Zettu, 2014), Mendayung Impian (Elex Media Komputindo, 2014), dan Chiang Mai (Loka Media, 2019). Masih suka narsis di Instagram: reyhan_rohman. Blog pribadinya www.reyhanmabdurrohman.my.id. Dapat dihubungi lewat e-mail: rereyhan94@gmail.com. Cerita pendeknya pernah dimuat di beberapa media: Koran Tempo, Majalah GADIS, Koran Muria, Malang Post, Batak Post, Pikiran Rakyat, Panjebar Semangat, dan Minggu Pagi.

Karena sudah berkenalan, kini saatnya memasuki sesi bincang-bincang. percakapan terjadi antara Redaksi Khatulistiwa (K) dengan Reyhan M. Abdurrahman (R):

(K) : Bagaimana proses perjalanan Reyhan sehingga mengenal dunia tulis menulis? Padahal yang saya dengar, Reyhan adalah tamatan SMK jurusan Teknik Elektronika yang bahkan sudah pernah menjuarai LKS tingkat provinsi?

(R) : Mungkin perlu diralat, waktu SMK kelas XI saya ikut LKS mata lomba Mekatronika, juara harapan satu Provinsi Jateng.

Sebenarnya saya menyukai cerita sejak kecil, waktu itu saya sering membaca cerita di Majalah Bobo. Namun saat sekolah, saya belum terpikir untuk menekuni bidang tulis-menulis. Waktu SMP saya pernah dengan alay-nya menulis puisi di buku pribadi. Ya, itu hanya sebatas bentuk curhat. Masuk SMK saya benar-benar fokus sekolah. Barulah setelah lulus, saya punya waktu luang yang saya pikir harus dimanfaatkan. Menulis menjadi pilihan saya. Awalnya hanya coba-coba saja, tapi lama-lama saya menikmatinya.

Dari situ saya mulai belajar menulis lewat grup-grup kepenulisan di facebook. Untung saja saya menemukan banyak orang baik yang mau membantu dan membimbing saya.

Pilihan menulis sebenarnya bukan muncul begitu saja, itu ada karena suatu ketika saya ingin menjadi seperti Habiburrahman El-Shirazi yang novelnya best seller dan difilmkan.


(K) : Siapa penulis yang pertama kali membuat Reyhan tertarik untuk menulis? Dan apakah karya tersebut berpengaruh terhadap karya-karya Reyhan setelahnya?

(R) : Waktu kecil saya suka kisah Nirmala di Bobo. Tapi waktu itu tidak memberikan dampak signifikan terhadap keinginan menulis saya. Barulah saat menonton Ayat-Ayat Cinta, saya punya keinginan menulis. Jadi bisa dibilang Habiburrahman el-Shirazi yang membuat saya tertarik untuk menulis.

Namun saya tidak terpengaruh pada gaya beliau, karena setelahnya saya mengenal beberapa karya penulis lain yang juga keren-keren menurut saya.

(K) : Ada nggak sih, pengaruh latar belakang pendidikan yang ikut berperan mempengaruhi proses kreatif Reyhan selama ini?

(R) : Tentu ada. Saya bisa menulis hal-hal yang sesuai dengan background pendidikan. Saya bisa menulis hal-hal yang saya ketahui di sekolah. Saya bisa menulis tengang kehidupan anak SMK dan lain sebagainya.

(K) : Ngomong-ngomong soal proses kreatif, setiap penulis tentunya punya ciri khas dong ya. Apa sih ciri khas yang sedang dibangun Reyhan untuk dicitrakan dalam karya-karya yang dikerjakan?

(R) : Ciri khas penting sebagai pengenal. Tapi mendapatkan ciri khas itu tidak mudah. Ciri khas akan muncul dengan sendirinya, seiring bertambahnya ketekunan latihan dan jam terbang.

Saya sendiri merasa belum menemukan ciri khas.

Memang sih, di sisi lain ciri khas bisa dibentuk dan dibiasakan.

Nama pena. Saya sendiri memakai nama pena sebagai identitas karya saya, juga sebagai wujud ekspresi kebabasan saya. Saya menyadari bahwa nama saya terlalu pasaran dan religius maka dari itu saya mencari *rangkaian nama* yang mungkin hanya saya pemiliknya.

(K) : Memangnya apa yang salah dari sebuah nama yang religius?
(R) : Dibilang salah juga sebenarnya nggak. Tetapi saya lebih memilih nama yang umum, agar tulisan saya pun lebih bebas dan umum. Biasanya orang akan menebak-nebak genre tulisan berdasarkan nama penulisnya, dan untuk saat ini saya nggak menulis genre religi (tertawa).

(K) : Ngomong-ngomong soal karya, novel Mendayung Impian kan bercerita mengenai seorang tokoh yang punya mimpi menjadi pengajar di sebuah daerah terpencil ya. Apakah mengajar merupakan salah satu cita-cita Reyhan?
(R) : Benar. Waktu kecil saya bercita-cita menjadi guru. Tapi belum terwujud secara utuh. Tapi bukankah mengajar itu tidak harus menjadi guru di sekolah formal?

Alhamdulillah, saya beberapa kali mendapat kesempatan berbagi entah di seminar, diskusi atau acara lain, bukankah itu sama saja dengan mengajar? Iya'in aja lah, ya (tertawa).

(K) : Jika saya adalah pribadi yang ingin belajar menulis, tetapi saya belum pernah membaca apa langkah awal yang harus saya kerjakan?

(R) : Membaca. Nggak ada penulis yang nggak membaca. Itu sebuah keharusan. Kegiatan menulis tak terpisah dari kegiatan membaca. Ibaratnya membaca seperti mengisi bak mandi, sedangkan menulis adalah mandi itu sendiri. Jika kita terus mandi tanpa mengisi bak mandi, maka baknya akan kosong, dan kita tidak bisa mandi. Sama dengan menulis. Kita ngga bisa menulis kalau kita nggak membaca.

Mungkin akan ada yang menyangkal bahwa tetap bisa menulis tanpa membaca. Ya, bisa, tapi tulisan itu akan kosong, nggak ada isinya.


(K) : Reyhan adalah penulis, editor, sekaligus penerbit Reybook, apakah selanjutnya hal itu mampu menghambat kenikmatan saat membaca?
(R) : Nggak selalu. Biasanya saya bagi aktivitas membaca saya menjadi dua, Pertama saya membaca karena ingin menikmati. Kedua, saya membaca untuk dipelajari.

Nah, saat membaca untuk menikmati, saya akan mengesampingkan hal yang bersifat teknis. Meski kadang akan terasa terganggu, tapi segera tepis saja.

Kedua, saya membaca untuk dipelajari. Ya, saya belajar menulis dari membaca itu sendiri. Maka saat membaca seperti itu, saya benar benar harus teliti dan sabar, karena membaca ini untuk belajar, bukan sekadar menikmati.
 
Demikianlah perbincangan antara redaksi Buletin Khatulistiwa dengan Reyhan. Jika ada hal-hal yang perlu ditanyakan lebih jauh, kamu bisa menghubungi kontak yang tersedia, ya![]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar