Review Buku Touche Alchemist: Memulihkan Trauma dengan Sentuhan

 Oleh: Fina Lanahdiana

Buku Touch Alchemist

Identitas Buku:

Judul Buku: Touchē: Alchemist
Penulis: Windhy Puspitadewi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 224 hlm
Terbit: Juni 2017
ISBN: 978-602-03-4612-0

Buku ini merupakan seri ke-2 dari serangkaian serial "Touchē" karya Windhy Puspitadewi yang lainnya. Menceritakan Hiro Morisson, seorang remaja jenius yang secara tak sengaja membantu Samuel Hudson--detektif dari Kepolisian New York--saat terjadi kasus pembunuhan melalui kemampuan unik yang dimilikinya: bisa mengetahui dan menguraikan kandungan identitas kimia benda-benda dengan hanya menyentuhnya--tidak hanya itu, dia juga bisa membaca peristiwa yang melatarbelakangi sesuatu dengan sentuhannya itu. Kemampuannya itu membuatnya dipercaya oleh Hudson sebagai konsultan Kepolisian New York untuk membantu memecahkan berbagai kasus dengan ditemani Karen, putri Samuel Hudson.

Setiap kasus yang ditangani Hiro hampir bisa diselesaikan dengan sangat mudah, sampai akhirnya terjadi pengeboman di Museum Intrepid, yang ternyata disusul 3 pengeboman lain yang begitu sulit untuk dipecahkan Kepolisian New York, dan di situlah kemampuannya dibutuhkan.

"Sepertinya bukan terorisme, karena dari penyelidikan awal ditemukan bahwa bom ini menggunakan timer, bukan detonator seperti yang biasa dilakukan teroris. Lagi pula teroris umumnya meledakkan bom pada jam puncak kunjungan agar menimbulkan banyak korban. Tapi ini masih hipotesa awal." (h. 67)

Sebagaimana cerita detektif lainnya, kasus pengeboman yang terjadi memiliki pola yang memungkinkan penyidik untuk memecahkannya. Jika ada sesuatu yang tidak disadari, itu adalah petunjuk bahwa sebelum pengeboman terjadi, pelaku selalu mengirimkan paket berupa 4 botol: 2 botol berisi 'kekosongan', dan 2 botol yang lain berisi belerang dan litium, kepada Hudson yang semula hanya dikira sebagai keisengan belaka.

Karakter Hiro digambarkan sebagai seseorang yang tengil dan suka membanggakan kepandaiannya di atas orang lain yang seringkali membuat sebal, yang baginya adalah fakta. Meski begitu, dia bukanlah seseorang yang ambisius sebagaimana yang dilakukan Will, temannya yang sangat terobsesi menjadi asisten Prof. Martin dalam proyek penelitian pengembangan DNA.

Selain itu, dia juga terkesan dingin kepada orang lain, hal ini begitu tampak saat dia memecahkan kasus yang ditanganinya. Dia tidak ingin terlibat terlalu jauh terhubung dengan orang lain. Dia sering mempertanyakan kenapa dia harus peduli dengan orang lain, jika orang lain saja tidak peduli? meskipun sebenarnya dari dalam hatinya, dia adalah seseorang yang peduli. Sikapnya ini didasari oleh trauma yang pernah dialaminya. Respon ini menjadi otomatis sebagai upaya pertahanan diri dari peristiwa traumatik sebagaimana teori Freud yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi saat ini merupakan akibat dari kejadian di masa lalu (sebab-akibat). Ayahnya terbunuh saat berusaha menyelamatkan orang lain.

Tetapi, ketika dia terjebak pada pilihan harus menyelamatkan Karen yang diculik oleh pelaku pengeboman, membuatnya mengubah cara berpikirnya, "Karena jika aku pergi dan membiarkanmu mati, aku tidak tahu bagaimana hidupku setelah itu. Hidup tanpa dirimu adalah ketidakpastian, aku tidak tahu bagaimana menjalaninya."

Balas Dendam

Motif pelaku yang didasari oleh semacam dendam karena dia merasa gagal mewujudkan impiannya dan bersikukuh untuk membuktikan bahwa dirinya melampaui apa yang dipikirkan orang lain tentangnya menjadikan rencana pengeboman dalam cerita ini seolah sebuah bola yang terlempar dari lapangan sehingga bisa merusak apa saja, tidak peduli apa dan siapa yang akan menjadi korbannya. Egois? Namanya juga seseorang yang dipenuhi kabut pembalasan, pastinya dia tidak membiarkan hati dan pikirannya menjadi jernih. Seseorang yang dipenuhi amarah atau emosi negatif lainnya memang cenderung gagal mengendalikan dirinya dengan baik, sehingga seolah ada sesuatu atau semacam mahluk yang membuatnya ‘di luar kesadaran’.

Membaca judul buku ini, mau tidak mau menyeret ingatan saya pada buku berjudul mirip, "Sang Alkemis" karya Paulo Coelho. Alkemis sendiri, dalam pengertiannya dimaksudkan sebagai 'mengubah suatu elemen menjadi elemen yang lebih baik' atau dalam bahasa sederhananya, transformasi. Dalam buku "Sang Alkemis", Santiago melakukan perjalanan untuk menemukan jati diri, sampai akhirnya dia mampu membaca 'tanda' dan berkomunikasi dengan alam. Begitu pula Hiro, dia punya kemampuan untuk membaca 'tanda' dengan cara menyentuh benda-benda, untuk kemudian ditangkap sebagai informasi. Informasi itu berupa pecahan-pecahan unsur kimia yang kelak bisa disatukan menjadi data yang utuh untuk 'membaca' gambar besar suatu peristiwa.

Pola petunjuk yang diberikan cukup teratur dan rapih, melibatkan cerita mitologi Yunani dengan kemungkinan analisa yang detil dan 'bisa diterima' sehingga--entah menjadi kelebihan atau kekurangan buku ini--membuat pembaca menjadi paham untuk segera tahu siapa pelakunya, meskipun penulis mencoba untuk memunculkan tokoh lain sebagai pengecoh--bukankah inti dari cerita detektif memang demikian?--tetapi, tentu saja itu tak terlalu mengurangi nilai bahwa buku ini menyenangkan, meskipun nilai itu sendiri adalah sesuatu yang relatif.

Jika kamu sedang butuh bacaan dengan pertimbangan bisa dibawa santai sambil minum kopi atau cokelat panas apalagi suasana sedang gerimis atau hujan, buku ini mungkin bisa dijadikan alternatif pilihan untuk bersenang-senang.[]

2 komentar: