Halal bi Halal di Tengah Pandemi

Oleh : Eko Wardoyo, S.Ag

Ilustrasi: Unsplash

Halal bi Halal adalah bahasa Arab yang orang Arab sendiri tidak tahu maknanya. Sebab berasal dari idiom asli Indonesia yg berasal dari kata Halalun dan Halalun maksudnya adalah seseorang yang telah menghalalkan (memaafkan setiap kesalahan orang lain) bertemu dengan orang lain yang dalam keadaan sama  pula. Harapanya tentu kesalahan/ dosa yang terjadi antara keduanya dilebur oleh Allah SWT dan kembali menjadi fitri (suci/ bersih) kembali seperti asalnya.

Dalam Islam diketahui bahwa kesalahan ada 2, yaitu: 1. Kesalahan yang terjadi antara manusia dengan Allah SWT (Hablun minallah) seperti; meninggalkan kewajiban Sholat, puasa, dsb. Maka taubatnya harus meminta ampun kepada Allah SWT sebagai satu-satunya dzat yang berhak memberi balasan diterima atau ditolaknya. 

Yang kedua dosa yang terjadi antara sesama manusia (Hablun minannas) seperti berbuat dzolim, menfitnah dan memukul orang lain. Kesalahan dalam hubungan ini dosanya tidak akan hilang kecuali dengan memohon ampun kepada Allah SWT dan meminta maaf (meminta halal) kepada orang yang bersangkutan.

Nabi Muhammad SAW: "Barang siapa telah menganiaya orang lain, baik berkaitan dengan kehormatan, harta benda atau sesuatu yang lain, maka minta halal lah (minta maaf) kepada orang itu sebelum datangnya hari di mana dinar dan dirham tidak berguna pada saat itu (kiamat). Apabila belum meminta maaf  sudah mati, dan orang itu mempunyai amal sholeh maka diambilah amal bolehnya sebanding dengan kesalahannya. Dan apabila tidak mempunyai amal sholeh maka diambilah amal jelek orang yang dianiaya dan diberikan kepada orang yang menganiaya sebagai gantinya (HR. Bukhori). 

BAGAIMANA MEMINTA MAAF KEPADA ORANG YANG JAUH?

Meminta maaf tentu saja yang terbaik bisa bertemu muka dan bersalaman. Akan tetapi di tengah situasi pandemi seperti sekarang, di mana akan terjadi bahaya jika bertemu fisik, maka meminta maaf secara virtual disertai keikhlasan hati keduanya, sudah cukup untuk dianggap sudah saling memaafkan, karena pada dasarnya keterbukaan dada dari keduanya lah yang terpenting. Salah satu contoh: seseorang yang masih menyimpan sakit hati atas perkataan salah seorang temanya, meskipun sudah meminta maaf  dan berjabat tangan. Ketika rasa dongkolnya masih bersemayam di hatinya selama itu pula posisi ampunan Tuhan kepada nya masih dipertanyakan, (bisa jadi belum diampuni). Contoh lain: Di malam takbiran hingga esoknya biasanya banyak SMS, WhatsApp, atau chatting tentang kalimat meminta maaf. Akan tetapi terkadang kita tidak menyadari sepenuh hati bahwa kesediaan dan keikhlasan meminta itulah yang jauh lebih penting dari tulisannya atau jabat tangannya untuk bisa mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Karena itu bisa jadi minta maaf secara virtual seperti saat ini menjadi jalan keluar di tengah keadaan social distancing/ physical distancing seperti ini. Tapi tentu saja keikhlasan antara kedua orang itu lebih utama.

Mudah-mudahan kita semua bisa saling memaafkan dan dimaafkan oleh Allah SWT, dan kita kembali menjadi pribadi yang suci seperti bayi yang baru lahir dari rahim ibu. Aamiin.

Eko Wardoyo, S.Ag
Guru PAI SMK Bina Utama Kendal, pimpinan Jam'iyah Rotibul Qubro Kabupaten Kendal, dan aktifis dakwah yang tinggal di Botomulyo,  Cepiring.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar