Blink: Kemampuan Berpikir Tanpa Berpikir, Kekuatan Intuisi dan Stereotype yang Menyertainya



Ilustrasi: Pinterest

Blink adalah buku mengenai dua detik pertama yang sangat menentukan ketika kita mengamati sesuatu—dua detik yang akan memberikan pemahaman dalam sekjap mata, yang terbentuk berkat pipihan-pilihan yang muncul dari “komputer internal” kita, yaitu kemampuan bawah sadar. Kemampuan inilah yang oleh Malcolm Gladwell disebut “kemampuan berpikir tanpa berpikir”, ketika keputusan sekejap bisa didapat dari informasi yang sedikit tapi akurat melalui snap judgment dan thin slicing.

Dalam Blink, kita akan melihat contoh-contoh menakjubkan kehebatan snap judgment dan thin slicing. Pakar benda seni yang mengenali barang antik palsu dalam sekali lihat, ahli cicip makanan yang mampu membedakan kripik mana adalah buatan pabrik mana dalam sekali gigit, atau gelas mana yang berisi Pepsi dan gelas yang berisi Coca-Cola dalam sekali sesap.

Buku ini juga memberikan gambaran bahayanya membuat kesimpulam cepat: pemasar bisa memanipulasi kesan pertama konsumen, polisi bisa saja menembak mati seseorang yang tak bersalah, dan pemilih dalam pemilu bisa saja memilih calon presiden yang tampan tapi ternyata tidak mampu bekerja.

Blink menyingkapkan bahwa orang yang pandai mengambil keputusan yang tepat bukanlah orang yang memproses paling banyak informasi atau yang sengaja menghabiskan waktu paling lama, tapi orang yang telah melatih diri mereka untuk menyempurnakan seni membuat cuplikan tipis–thin slicing–menyaring sesedikit mungkin faktor-faktor terpenting dari sejumlah kemungkinan yang menggunung.

Buku ini tampak menarik karena dikemas dengan kover berwarna kuning terang yang membawa kesan ceria dan bersemangat, sangat cocok jika didasarkan oleh sifat-sifat psikologi warna yang kemudian dihubungkan dengan jenis buku ini yang merupakan buku self improvement. Selain itu, buku ini juga menjadi lebih menarik karena isinya bertentangan dengan standar nilai-nilai keilmuan yang harus menyertakan bukti-bukti konkrit sebagai bukti penelitian yang tidak hanya sebatas opini semata, akan tetapi buku ini justru melawannya dengan menekankan bahwa terkadang intuisi bekerja lebih baik dan lebih praktis daripada kebenaran (fakta) yang membutuhkan waktu lama dalam pengamatannya.

--Kekuatan Intuisi

Dalam salah satu contoh kasusnya, sebuah museum di Amerika menemukan patung yang sudah berusia sangat tua dan langka sehingga kemudian keberadaan patung tersebut mengundang banyak ahli untuk datang. Untuk memastikan keaslian patung itu, pihak museum mengundang seorang ahli Geologi untuk menyelidikinya. Beberapa ahli lain, karena rasa penasaran atas penemuan yang luar biasa ini juga berdatangan, dan rata-rata di antara mereka, melalui komentar singkat yang hampir seolah dilakukan tanpa kesadaran mengatakan bahwa patung tersebut palsu. Demikian kemudian, penelitian yang sesungguhnya membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membuktikan keaslian patung tersebut, dan ajaibnya hasil yang keluar bahwa patung itu memanglah palsu.

Peristiwa ini membuktikan bahwa pikiran bawah sadar bisa bekerja sangat tepat dan cepat tanpa didasari bukti-bukti nyata, dan hanya merupakan sebuah irisan singkat dari perasaan sekejap. Perasaan ganjil, tidak nyaman dan semacamnya yang tidak bisa diketahui dari mana sumbernya—seolah-olah pengetahuan yang tiba-tiba saja dijatuhkan dari langit.

--Stereotype

Namun, karena intuisi seringkali memiliki sifat yang sangat tipis dan hampir tidak nyata, seringkali juga bisa memberikan kesimpulan yang keliru. Dalam contoh kasus yang lain, diberikan diagram yang disediakan untuk pembaca, yaitu menyocokkan antara orang berkullit putih dan hitam pada kolom sebelah kiri yang harus dihubungkan dengan baik atau jahat di kolom sebelah kanan, seringkali secara tidak sadar kita akan menghubungkan antara orang berkulit putih dengan ramah, sedangkan orang berkulit hitam dengan jahat. Benarkah demikian yang sebenarnya terjadi? Tentu saja tidak. Tetapi karena kita telanjur menggariskan sterotype bahwa orang berkulit putih pastilah orang ramah, sedangkan orang berkulit hitam cenderung jahat, maka intuisi tersebut tidak bekerja dengan baik karena pengaruh stereotype yang telanjur melekat.

Mengapa hal semacam itu bisa terjadi? Tentu saja karena tidak lain, intuisi akan bekerja lebih akurat jika diberikan oleh mereka yang sudah lebih berpengalaman, bahkan ahli di bidangnya.

Sayangnya buku dengan tebal 316 halaman ini sebenarnya hanya berputar pada pembahasan thin slicing dan dan snap judgment, kecuali bahwa penulis memberikan contoh kasus yang beragam. Dan jika diminta untuk memberi rating dengan skala 10/10, saya memberi 8/10 kerena bagaimana pun, buku ini tetap menarik untuk diselami[.red]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar